Tulus

Kadang lebih baik diam daripada menceritakan masalahmu. Sebagian orang hanya penasaran, bukan karena peduli. ~Ariel | Nazril Irham

Saya pernah berada pada situasi sulit ketika sahabat saya memilih jalan yang menyimpang. Memang saya tidak tahu persis latar belakangnya, tetapi apa yang dipilihnya membuat saya ada dalam dilema. Di satu sisi, saya tidak punya hak apa-apa untuk mengatur hidupnya. Tetapi di sisi lain, nurani saya menolak untuk membiarkan itu terus berlanjut. Pergulatan batin itu terus berlanjut dan tetap saya simpan sendirian karna saya tidak ingin menceritakan hal yang tidak baik kepada siapapun. Sampai akhirnya saya tidak kuat lagi sehingga meminta pendapat kakak saya di rumah. Saya ceritakan apa yang terjadi dan meminta sarannya bagaimana saya harus ‘menolong’ sahabat saya itu bahwa pilihannya salah.

Perlu satu hari untuk Kk berpikir sampai akhirnya membalas pesan saya. Dan inilah jawabannya.

Manjauhlah dan pandanglah dengan jernih. Lalu ingat dua prinsip kita bertindak untuk hal ini yaitu:

1. Bahwa setiap orang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri.

2. Kita bersikap (mendorong/menyarankan/mencegah, berpandangan/berpendapat/saran) itu harus dilandasai tujuan kita akan menolong dengan tulus (bukan hendak menggali informasi lebih dalam perihal hidup orang lain atau apapun itu untuk kenikmatan kita (kenikmatan mengetahui kasus, dll)).

Oleh karena itu pastikan dulu (ragukan diri kita sendiri dulu) bahwa kita akan menolong.

-dan dilanjutkan dengan langkah-langkah yang bisa saya ambil untuk menolong sahabat saya itu (tidak perlu saya sampaikan di sini).-

Membaca pesan di atas, saya sempat tercenung terutama pada poin 2. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya niatan untuk menggali informasi demi kenikmatan mengetahui suatu kasus. Tetapi saya jadi tersadar, bahwa seringkali kita memang hanya ingin mengetahui sesuatu dan puas atas pengetahuan itu tanpa benar-benar peduli, tanpa benar-benar ingin menolong. Mudahnya saja ketika menonton infotainment. Kita begitu penasaran mengetahui bagaimana nasib Ariel (misalnya) ketika divonis bersalah atas kasus pornografi, tanpa melakukan apa-apa, tanpa menolong, bahkan mendoakannya pun tidak. Atau ketika bergosip dengan kawan tentang sesuatu, tetapi hanya meperbincangkannya saja, meluaskan kabar tanpa melakukan apa-apa. Yah, ternyata apa yang dikatakan Kk membukakan pikiran saya.

Saya pun mengambil waktu untuk menanyakan niat saya semula yaitu menolong sahabat saya. Saya berdoa supaya tetap pada niatan untuk menolong dengan tulus, dan dijauhkan dari niatan yang keliru. Saya lakukan saran-saran kk. Tetapi seperti poin 1 bahwa masing-masing orang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, maka saya hanya melakukan bagian saya, selanjutnya sepenuhnya pada otoritas sahabat saya.

Puji Tuhan, kini semuanya telah selesai. Tuhan punya caranya sendiri untuk mengembalikan sahabat saya pada kebaikan. Bukan oleh saya, tetapi benar-benar oleh kuasa Tuhan. Semoga tidak terjadi lagi kejadian serupa di waktu yang akan datang. Amin. Puji nama Tuhan.

Salam,

yustha tt

28 thoughts on “Tulus

  1. danirachmat says:

    Eh Mba Yusth temennya Ariel? Sahabatan sama Ariel? *salah fokus*
    Emang sih Mbakyu, kadang orang pengen tahu urusan orang demi kepuasan diri sendiri, ini terutama ketemu di kantor *curcol*.
    Makanya sekarang sama sekali ga berniat punya temen di kantor biar ga terseret keinginan bercerita. Hehehe.

  2. niqué says:

    saya kira setiap orang pasti pernah berada dalam posisinya mbak Tt,
    saat ini pun saya sedang berada dalam posisi yang demikin entah untuk ke berapa kalinya
    dan terima kasih mengingatkan, semoga saya tidak termasuk dalam kategori mencari kepuasan ketika menemaninya bercengkerama meluruskan benang kusut di kepalanya.
    yeah, ketika satu masa dulu menghadapi dilema seperti itu, paling utama sih ya mendoakan, karena melarang in itu rasanya sahabat/teman kita ‘kanbukan anak2 ya 😀
    alhamdulillah ya mbak akhirnya temenmu kembali ke jalan kebaikan.

  3. langit11 says:

    ariel pernah ngomong gitu ya mbak?
    klo saya pernah merasa jd korban; hehe tp mungkin krn sayanya aja yg sensitif kali ya orang bener peduli tp ngerasanya cm basa basi 😦

    • yustha tt says:

      Puji Tuhan setelah beberapa waktu saya hanya mendengar dari orang lain dan memaksa diri utk tdk percaya, akhirnya sahabat saya mengakuinya. Tuhan memberi kesempatan pada saya untuk menyampaikan pendapat saya. Ya, bagian saya sdh saya tunaikan. Selanjutnya terserah dia dan juga kuasa Tuhan. 🙂

  4. Bibi Titi Teliti says:

    Duh,
    sungguh postingan yang mencerahkan hati mba Titik…

    Jujur aja aku juga sering mengalami hal yang sama…
    Terkadang merasa gak tenang karena merasa orang terdekat kita jelas jelas melakukan kesalahan, pengennya sih ikutan ngomong ini ituh…

    Tapi, takut disalahpahami juga, dan bener kata mba Titik….
    Harus introspeksi diri lagih, apakah kita beneran berniat tulus, ato cuman sekedar kepo gak penting ajah…

    Nice posting mba 🙂

    • yustha tt says:

      Kemarin kalo dia gk cerita, mungkin aku jg tetap bungkam gk blg apa2. Tapi Tuhan beri jalan shg akhirnya dia cerita & yah…ada waktu buat saya untuk menyampaikan apa yg ada dlm benak sy.

  5. Evi says:

    Dan niat tulus Titik didengar oleh Tuhan. Buktinya Dia gunakan kuasa-Nya untuk mengembalikan sang teman ke jalan yg lebih lurus.. Merasa terhubung sangat dengan Tuhan kalau begini ya Tik? 🙂

  6. applausr says:

    suka dengan pemikirannya.. memang begitulah sebuah kehidupan sebenarnya.. tugas kita adalah berbuat baik… selebihnya urusan orang lain dan Tuhan yang melanjutkannya… nice one

Any comments?