[Jepang: kilasbalik] Legalisasi ijazah & nostalgia

Sekarang saya sudah di Indonesia lagi. Tapi masih pengen kilas balik mengenang proses sampai di Jepang dan beberapa serba-serbi selama di Jepang. Meskipun melanjutkannya lama banget, mudah-mudahan masih bisa nyambung. Hehe….

Setelah mendapat info dari bu bos seperti cerita saya di sini, hari Seninnya saya menghadap Kasubbag Kepegawaian untuk mendapatkan informasi lengkap. Surat dari Jakarta sudah sampai dan saya mulai mengisi aplikasi dan melengkapi berkas yang dibutuhkan. Salah satu yang dibutuhkan adalah ijazah dari SD sampai S1 yang dilampiri terjemahan dalam bahasa Inggris. Dalam menerjemahkan ijazah tersebut, saya hanya meminta bantuan penerjemah di kantor lalu meminta pengesahan dari kepala sekolah masing-masing sekolah. Kecuali untuk ijazah S1, memang sudah ada prosedur yang diatur kampus untuk menerbitkan terjemahan ijazah dalam bahasa Inggris. Dengan begitu, maka saya pun mengunjungi almamater saya tersebut.

SD

SD saya hanya berjarak 50an meter dari rumah. Dahulu SD saya ini adalah SD Inpres. Tetapi dalam perkembangannya SD Inpres ini justru lebih maju dari SD negeri sebelumnya. Pada saat ke SD untuk meminta pengesahan ijazah terjemahan & legalisir ijazah asli, sudah tidak ada lagi yang saya kenal di sana. Guru-guru saat saya sekolah sudah pindah sekolah karna naik jabatan atau malah sudah pensiun. Benar-benar asing saya di sana. Hanya satu guru yang saya kenal, itu pun karna beliau tetangga saya. Wajah sekolah pun sudah berubah total tal. Wah, tempat bermain lompat taliku dulu sudah tidak ada.

SMP

SMP saya letaknya di kota dekat alun-alun. Bangunannya adalah bangunan kuno peninggalan Belanda. Dulu waktu sekolah, saat di kelas 1 & 3 mendapat kelas yang merupakan bangunan kuno itu lengkap dengan bangku tempo dulu. Bangku kayu yang gandengan meja dan kursinya dan bentuk mejanya yang miring. Dari segi bangunan masih belum berubah, hanya ada tambahan bangunan-bangunan lain. Saya masih bisa mengenang masa lalu. Hihi…SMP itu saya culun, jelek, mungil, item, gak banget lah. Pinternya juga cuma pas-pasan jadi gak ada yang menonjol dari saya saat SMP. Mungkin hanya beberapa guru yang hapal dengan saya. Tidak banyak. Dan waktu saya ke sana, lagi-lagi guru-guru saya sudah berganti. Tapi ternyata di ruang TU masih ada yang mengenali saya. Sempat sedikit senang saya ternyata masih ada yang mengenali. Tapi ternyata…kenalnya bukan sebagai mantan murid SMP 2, tapi sebagai anaknya bapak saya. Hahaha….

SMA

Nah, kalau SMA ini, masih hangat di ingatan. Beberapa guru memang sudah pensiun atau pindah sekolah, tapi masih banyak yang saya kenal. Bahkan pegawai TU pun masih kenal. Saat di SMA saya sudah tidak seculun seperti saat di SMP. Lebih lumayan lah meskipun gak tenar-tenar banget tapi sudah lebih bisa bergaul. Dan di SMA ceritanya lebih banyak, jadi nuansa nostalgianya lebih terasa. Buat saya, riwayat sekolah dari SD sampai S1, SMA lah yang paling mengena di hati. Di perpustakaan itu dulu aku… Eh, madingnya masih di sini juga. Dulu sering nulis di mading. Lalu beranda di depan kelas tempat biasa ‘nongkrong’ sepulang sekolah berpasang-pasangan sampai akhirnya ‘ditertibkan’ oleh sekolah: dilarang duduk berdua-duaan di depan kelas sepulang sekolah. Hahaha…. Tapi hebatnya pada nurut lho. Habis ada aturan itu, depan sekolah bersih dari pasangan-pasangan muda SMA. ๐Ÿ˜€

Kuliah

Tempat kuliah S1 sudah buanyaaaaaaak sekali berubah. Jamannya juga berubah sih yaa.. Sekarang di kampus sudah ada wifi jadi banyak mahasiswa-mahasiswi yang berkumpul-kumpul dengan laptop terbuka di mana-mana. Coba jamanku, laptop aja masih jarang. Kalau ngetik atau ngeprint di rentalan komputer. Skripsi saya dulu made in rental komputer Karangmalang :D. Gedungnya juga sudah banyak berubah. Tetapi personilnya masih banyak yang sama. Ya, karna kampus ini yang paling terakhir saya tinggal kan dibanding jenjang sekolah yang lain. Dosen-dosen yang bertemu masih kenal, beberapa malah sering bekerja sama dengan kantor tempat saya kerja. Pegawai di urusan kemahasiswaan juga masih kenal. Yang dihapal oleh beliau adalah kawan saya yang gemuk banget. Jadi waktu liat saya, dia langsung nanya: “temenmu yang gendhut itu di mana sekarang?”. Beugh….

Singkat cerita urusan terjemah ijazah dan legalisasi selesai. Selanjutnya adalah mengirimkan aplikasi beserta seluruh kelengkapannya ke kantor JICA di Jakarta. Supaya punya dokumen digitalnya, saya scan semua dokumen dan saya kirimkan (juga) melalui email selain berkas asli yang saya kirim melalui pos. Selesai. Saya melanjutkan pekerjaan. ๐Ÿ˜€

13 thoughts on “[Jepang: kilasbalik] Legalisasi ijazah & nostalgia

  1. wi3nd says:

    emm…memasuki gerbang kampus itu seperti mengulang rindu ya tha

    smua sejarah yang pernah trukir saat di kampus seperti terkuak kembali terlebih saat mlewati ruang kelas,taman,aula dll
    *eh?

Any comments?