Indah Pada Waktunya

Desember 2016

“Selamat Natal Tante…” riang kudengar anak-anak mengucapkan selamat hari raya padaku. Bahagianya… Di ujung telepon sana mereka bilang sedang membawa kado untuk tantenya ini. Telepon dipegang mama, anak-anak berteriak di depan telepon dan mengulurkan kado yang mereka bawa, seolah-olah tantenya ini ada di depan mereka, pada telepon yang mamanya bawa. Anak-anak yang lucu. Aku sayang sama mereka mas. Aku bersyukur boleh menjadi bagian hidup mereka, mewarnai masa kecil mereka, bermain-main dengan mereka, dan bahkan boleh menganggap mereka anakku sendiri. Aku memang selalu berharap ini akan terjadi. Mas menikah dengan kekasih yang sangat mas cintai, yang pernah aku lukai karena aku menjadi bagian hidup kalian dan menjadi alat yang Tuhan pakai untuk menguji kesetiaan mas. Aku lebih bersyukur karna mbak Dee orang yang sangat baik, yang memaafkan kita dan bahkan menjadikanku saudara. Hari ini aku sungguh bersyukur menyadari itu semua. Dan aku sudah tenang karna kesalahanku telah kalian maafkan.

Dulu aku berpikir aku tidak akan bisa memafkan diriku sendiri. Aku pun berpikir aku tidak akan sanggup melalui hari-hari ke depan. Perasaan bersalah itu selalu membayangiku. Aku tidak putus meminta maaf pada mbak Dee, berharap mbak Dee mau menerima mas kembali dan melanjutkan rencana-rencana yang telah kalian susun. Tidak mudah membuat mbak Dee percaya bahwa aku hanyalah alat yang Tuhan pakai untuk menguji kesetiaan mas. Bahkan mbak Dee terus meyakinkanku bahwa cinta bisa berubah seiring waktu, juga cinta mas padanya dan padaku. Namun waktu itu aku percaya, jika aku dipakai Tuhan untuk menguji mas, aku juga pasti Tuhan pakai untuk menyatukan kalian kembali. Aku sempat memutuskan pergi jauh dan menghindar dari orang-orang yang mengenalku, terutama kalian. Tapi aku akan menjadi manusia paling egois, yang mengabaikan tugas selanjutnya yang Tuhan berikan padaku. Hari-hariku penuh dengan permohonan maaf. Setiap hari kumohon permohonan yang sama: ‘satukanlah cinta itu ya Tuhan. Dan izinkan aku melihat kebahagiaan mereka, bersama anak-anak mereka’. Bersyukur Tuhan tidak pernah bosan mendengarku.

Aku tidak memungkiri, bahwa rasa kehilangan itu ada, namun itu kalah oleh perasaan bersalahku dan oleh keinginanku melihat mas bahagia. Jika malam tiba dan lamunanku mulai melangkah pada mas, aku selalu alihkan dengan bicara pada Tuhan, meminta maaf dan mengungkapkan permohonanku itu, sampai aku akhirnya tertidur. Aku tidak tahu di luar sana apa yang mas dan mbak Dee rasakan. Aku hanya menitip pesan pada angin: sampaikan pada mereka, aku sayang kalian dan aku ingin melihat kalian bahagia. Angin tidak pernah memberi tahuku, apakah pesanku telah tersampaikan atau belum, karnanya aku selalu mengulangnya setiap hari.

Suatu hari setelah sekian lama aku tidak berkomunikasi dengan kalian, tiba-tiba satu pesan pendek datang. Dari mbak Dee: “Dik, mb sayang sama kamu.” Entahlah, kenapa saat itu aku justru merasa gelisah. Aku khawatir ada apa-apa dengan mbak Dee sehingga mbak Dee mengucapkan kalimat itu. Dengan sedikit takut aku menelepon mas. Sebelum mas sempat mengucapkan salam, aku langsung bertanya “Mbak Dee baik-baik kan mas?”. Tidak kusangka jawaban yang datang adalah dari seorang perempuan. Mbak Dee. Ya Tuhan, serasa mendapat asupan oksigen saat kudengar suara itu, apalagi dari telepon genggam mas. Syukurlah, kalian sudah kembali bersatu. Aku sangat lega menyadari itu….

Setelah hari itu, kita kembali berkomunikasi dengan baik. Mbak Dee sering menelepon atau mengirim pesan pendek, begitu juga mas. Aku serasa memiliki dua orang kakak yang sangat baik dan memperhatikanku. Aku tidak merasakan lagi sakit yang dulu kurasakan atau sedih yang membuatku menangis. Aku hanya merasa bahagia, bersyukur karna kalian telah memaafkanku. Bahkan ketika kalian mengabarkan bahwa kalian akan menikah, aku menjadi orang paling bahagia di dunia. Aku menjadi orang paling sibuk yang ikut menyiapkan ini itu untuk hari besar kalian. Sungguh aku tidak ingat lagi bahwa aku pernah menginginkan hari ini terjadi padaku, dengan mas. Puji Tuhan, Tuhan jawab doaku, menyatukan lagi cinta kalian dan mengizinkanku melihat kalian bahagia. Kulihat cinta yang besar itu telah menemukan pelabuhannya… Aku sangat bahagia…

“Tante, kami nanti ke rumah tante ya, sama mama sama ayah…” si kecil terdengar sangat ceria. Sepertinya dia merindukanku. Akhir-akhir ini aku sibuk dengan kegiatan di gereja dan jarang mengunjungi anak-anak. Aku sudah sangat merindukan mereka…

“Iya tante, nanti tante masakin opor ya tante, kaya mama kalo lebaran…” kakak menyambung.

“Iya sayang, tante kangen sekali sama kalian, makasih ya sayang. Tante tunggu kalian datang, tante dah masakin opor kesukaan kalian. Salam buat mama dan ayah ya…”

Ah, bahagianya aku boleh menikmati ini semua. Tuhan memang baik. Semua kisah yang ditulisnya selalu berakhir indah. Mungkin saat dalam masalah, kita merasa hidup ini jahat, tapi satu hal yang kucatat dari kitab suci yang aku miliki bahwa: Tuhan menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya. Dan aku percaya…

3 thoughts on “Indah Pada Waktunya

  1. NADA says:

    Bagus banget cerpennya, semoga itu bisa menjadi ispirasi bagi aku, n juga bagi semuanya yang sudah membaca cerpen ini…
    Segala sesuatu memang indah pada waktunya, Waktu yang sudah di rencanakan Tuhan bagi kita. Tuhan tidak akan meninggalkan kita berjalan sendirian, mungkin yang aku alami sekarang ini, kadang aku juga merasa berat kenapa ini harus terjadi padaku, Tapi kalo kita berfikir panjang pasti dari hal yang kita alami, yang merasa bagi kita sangat berat, pasti akan ada hikmatnya. Someone spesialku juga pernah bilang ke aku klo Segala sesuatu itu indah pada waktunya… Mari kita semua yang merasa berat dengan masalah kita, serahkanlah semuanya pada Tuhan, karena Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi kita semua…
    GBU ALL….

  2. mT says:

    “penguji kesetiaan” ??? apakah aku sedang mengalaminya??? hufff…

    .:tt:.
    (woot) lagi jadi penguji kesetiaan siapa mas???
    aduh…aduh…

Any comments?