Titik

Dia mengetukkan penanya lalu tersenyum lega. Dia telah membubuhkan tanda titik di rangkaian ceritanya. Akhir dari sebuah cerita yang disusunnya sekian lama. Seorang penulis pasti akan tersenyum ketika cerita berhasil ia tuntaskan, tak peduli jalan cerita yg ia susun berakhir bahagia atau sebaliknya duka. Apalagi ketika ia menyusun cerita, ia mendapati masa buntu, tak tau apa yg akan ditulisnya. Kadang ingin dibunuhnya saja tokoh dalam ceritanya supaya cerita segera berakhir. Hah..tapi sayang juga memutus ide awal dengan mematikan tokoh hanya gara2 dia sedang buntu, tak mampu berpikir bagaimana kelanjutan ceritanya. Seringkali dia memilih berdiam. Menutup sejenak buku ceritanya, beristirahat, mengambil jeda, menikmati hijaunya rumput di taman, membebaskan pikirannya. Biar saja ceritanya sejenak mengambang. Dia menunggu percikan inspirasi menghampiri otaknya, lalu dilanjutkannya lagi cerita yg sempat tertunda. Penulis tak pernah mati ide. Ia kadang hanya butuh beristirahat membiarkan kabut yg menutupi inspirasi menguap. Penulis tak mengenal putus asa. Dituntaskannya apa yang telah diawalinya. Dituliskannya apa yg ada dalam benaknya. Penulis memilih jujur dalam tulisannya. Fiksi pun tidak berisi kebohongan, karna imajinasi tak pernah berdusta.

Dia meletakkan penanya di atas buku yang baru saja diselesaikannya. Dibukanya pintu rumahnya, hendak menikmati pepohonan hijau dan rumput yang membentang di luar sana. Tapi…. Matanya terbentur buku bersampul biru di tengah lapangan rumput….dan seorang pria membawakannya. Tak lama pria itu mendekat, menyerahkan buku bersampul biru padanya. Ah….hatinya berdesir ragu..haruskan memulai lagi menuliskan cerita, sedang baru saja ia bubuhkan tanda titik pada cerita sebelumnya??

12 thoughts on “Titik

  1. Orin says:

    Titik memang bukan akhir, tapi pertanda ada cerita baru yang menunggu *tsaaah*
    Satu yg pasti adalah : Titik (chan) itu cantik hehehehe

Any comments?