Makna Sebuah Titipan

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja, tidak ada artinya lagi”

~W.S. Rendra~

Waktu membongkar tulisan-tulisan lama, sy menemukan puisi karya W.S. Rendra ini di salah satu postingan. Kalau tidak salah, dulu sy mengutipnya dari blog mb Silly: sillystupidlife.com. Tapi waktu sy coba search ke sana,  ketemu, tapi ketika sy buka entah kenapa error terus.

Membacanya, sebuah makna yang dalam dari sana.

19 thoughts on “Makna Sebuah Titipan

  1. mamah Aline says:

    jadi keingetan kalo semua yang kita miliki hanya titipan, dan sering kali banyak menawar pada Tuhan seperti mitra dagang meminta imbalan… puisi apik WS Rendra ini ngena banget dihati

    seringkali bahkan lupa bersyukur ya Mah…
    Iya…ngena banget…

  2. jumialely says:

    Sering sekali kita tidak rela pada Titipan Tuhan.. Bahkan menahan luka itu begitu lama, terkadang kita tidak bisa memaafkan diri kita sendiri dan orang lain untuk sebuah kehilangan.

    Apapun itu, dengan keikhlasan dan pengenalan Diri yang juga adalah titipan kita mampu bersyukur dan merelakan titipan itu diambil kembali oleh sang pemiliknya, sehingga kita mampu memaafkan tanpa terluka walaupun tak mungkin hilang dari memori, dan mampu melepaskan tanpa berberat hati, meski masih ingin ada disisi

    Menusuk ke dalam kalbu karya WS rendra

    Amin….
    Ah mb Lely…selalu dalam komentar2nya… Makasih ya mb… 🙂

  3. mood says:

    Membacanya seperti menghadirkan keseharian saya, selalu banyak saja meminta dan merasa memiliki penuh pada setiap yang kumiliki.
    Duh Gusti, maafkan saya ya.

    Salam.. .

    Saya juga banyak belajar dari puisi ini Bang..

    Salam…

  4. nh18 says:

    Jangan pernah berhitung dengan DIA
    Tidak akan balance saldonya …

    Dibanding bakti kita …
    Nikmat NYA … jaaauuhhhh lebih besar … jauuhhhh sekali

    salam saya

Any comments?