Setelah kemarin kutulis posting berjudul “kenapa harus aku?”, sekarang kutulis kebalikannya: “kenapa bukan aku?”
Pernahkah kita mengucapkan itu ketika seseorang yang kita cintai mendapatkan masalah yang berat atau sakit yang parah, lalu kita berdoa atau memohon kepada Tuhan: “kenapa bukan aku yang menanggungnya Tuhan? Kalau boleh, biar aku saja yang menanggung beban itu”. Sebuah cinta yang tertinggi, ketika kita rela menanggung penderitaan orang yang kita cintai menjadi penderitaan kita.
[Kamis, 1 April 2010]
-happy long weekend-
mbak,jangan pernah bertanya sama Allah tentang ketetapanNYA,segala yg terjadi telah atas izinNYA jadi pasti udah menjadi takdir kita.
takdir adalah sesuatu yg udah terjadi,jadi gak perlu dipertanyakan lagi ,lebih baik kita yg sabar,seperti perintah Allah dalam alquran.
sabar itu adalah kata terbanyak,jadi kita sabar aja,nanti waktu yg akan menjelaskan kenapa 😀
lagi-lagi…”kenapa tidak?” 🙂
Hahaha … iya ya, kok dia? kenapa bukan aku? padahal rasanya, aku lebih pantas dari dia …
hehehe … tentu kalo yg ini lain lagi – salam kenal
pertanyaan kenapa adalah suatu yang menandakan bahwa kita kritis hehehe
do you believe in faith..??
hm, terus terang belum perrnah merasa seperti ini sih T…
mungkin aku blm sanggup untuk seperti itu… masih selfish dan pengen enak sendiri..
Jiah …
saya telat baca ini
jadi ndak bisa bilang have a nice week end deh …
jujur 100 % gak pernah merasakan halk itu
mungkin aku orang egois
klo begitu seakan tidak bisa menerima dan mensyukuri apa yang telah diberikan pada kita