Beberapa waktu yang lalu, teman saya mengirimi foto melalui WhatsApp tentang soal UTS1 Bahasa Indonesia SD2 (katanya begitu, kebenarannya saya kurang begitu tahu). Isinya sebuah percakapan dua orang anak, yang seorang mengabarkan kalau kawan mereka sedang sakit, dan lawan bicaranya menanggapi dengan kalimat yang sedang marak akhir-akhir ini. Begini percakapan dalam soal tersebut.
Dani : Prit, kabarnya Dita masuk rumah sakit!
Prita : Trusss, apa aku musti menangis sambil bilang “wow” begitu?
Dialog di atas menunjukkan bahwa Prita memiliki watak:
a. Penuh kasih sayang
b. Anak gaul
c. Tidak peduli
d. Cengeng
Untunglah di foto yang dia kirim, tersilang huruf c. Tidak peduli.
Waktu mengirim foto itu, teman saya seolah mau bilang: “masa soal kaya gini muncul di soal UTS to mbak”. Tetapi setelah saya membacanya, saya malah setuju soal tersebut muncul di soal UTS. Apa sebab? Penggunaan kata-kata ‘wow’ di pergaulan anak-anak dan remaja lama-lama sudah mengganggu komunikasi dan hubungan kekerabatan kita. Awalnya sih biasa saja. Tetapi lama-lama, saya jengkel juga jika ada orang yang bilang begitu pada saya. Bayangkan saja, kita sudah bercerita dengan antusias, lalu lawan bicara kita menjawab dengan: “lalu gue harus bilang wow gitu?”. Kalau saya sedang PMS3, bisa saya ‘seplak’ mulutnya. Tapi kalau sedang tidak PMS, saya bisa kecewa dan patah hati lalu meninggalkan dia pergi. Kalau saya lagi kekanakan, saya bisa coret dia dari daftar teman saya.
Kalimat ‘lalu gue harus bilang wow gitu’ adalah kalimat ketidakpedulian. Jaman dulu pernah ada istilah ’emang gue pikirin’ yang setipe dengan kalimat wow tadi. Sekarang saja kita sudah krisis kepedulian. Jika ditambah dengan dibiarkannya kalimat wow tadi, apa jadinya kita sebagai makhluk sosial dalam bersosialisasi?
Karna itulah saya setuju dengan soal di atas karna soal tersebut justru faktual, applicable, bukan hanya soal teori belaka tetapi langsung diambil dari kehidupan sehari-hari yang dialami anak-anak. Dan semoga saja, dengan anak menjawab c. tidak peduli, akan menjadikan mereka sadar bahwa kalimat itu bukan kalimat yang baik untuk diucapkan.
Wow adalah kata yang bermakna kekaguman. Gunakanlah kata itu pada tempatnya. Tak perlu bertanya apa aku harus kagum kalau memang tidak kagum. Diam saja malah lebih baik. Ya.
.
Yang lagi PMS,
yustha tt
——-
1 : Ujian Tengah Semester
2 : masa gak tahu, udah pernah sekolah SD kan?
3 : Pre Menstruation Syndrom, saat galak-galaknya perempuan.
hehhee, kalimat itu memang sangat tak pantas digunakan pada kondisi tidak bercanda ya T.. sangat tidak menghargai lawan bicara.
jika becanda pun, kadang terasa itu kasar menurut bundo.
Iya Bundo.. Saya pernah juga pakai kalimat itu sih. Tapi setelah saya rasa dampaknya tidak baik, stop penggunaan sejak saat itu.
Sepakat, Mbak 🙂
Masa kita membiarkan anak-anak tumbuh-berkembang dalam lingkungan rendah kepedulian? Pada dasarnya manusia tetap makhluk sosial.
Prihatin, bisa jadi itulah yang menjadikan pihak penyusun kemudian memasukkannya “kalimat iklan” itu sebagai salah satu bagian soal UTS
Suka kesal dengan media yang gak pikir panjang mempublikasikan dan membuat jadi tren sesuatu yang berdampak buruk bagi kehidupan bermasyarakat seperti ini. Hrrrggghh… >_<
Sesuatu yang tidak pada tempatnya memang nggak baik. Tapi repotnya kalau nggak sadar bahwa itu tidak pada tempatnya …
Wow … *siap-siap kena ‘seplak’
Terus belajar dari mana saja termasuk dati pengalaman supaya bisa peka mana yang pada tempatnya dan mana yang tidak. 🙂
kagum dan tidak peduli digabung ya mbak.
Hmm…gmn coba mb?
Jadi saya arus bilang Wouw…… gitu ?!….
Salam Wisata
Terserah aja. Mau bilang ‘wow’ aja kenapa musti tanya dulu sih? Bilang aja kalau pengen bilang, kalau gak ya diam aja. Gak usah pakai tanya dulu apa yang mau diomongkan.
Salam PMS
saya rasa benar konteksnya… memasukan kalimat itu menjadi soal UTS baik baik saja. Memang begitu seharusnya pelajar, belajar dari lingkungan dan kejadian disekitarnya. bukan teori teori tidak nyata…
padahal kalau didiskusikan masalah ini asyik loh.. bisa satu gelas kopi habis topik belum selesai loh… nice one…
Mungkin kapan2 kita bisa ngopi santai mbahas ini ya mas Rom 🙂
Tik …
mengenai kata … “emang gue pikirin’ …”
saya sangat sebal sekali …
Bahkan pernah ada seorang trainee yang sedang diajak bicara dengan trainee lainnya … lalu bilang kata-kata seperti itu …
langsung saya panggil dia …
“do not care” adalah musuh utama orang-orang Marketing !!! (begitu saya bilang …)(hehehe)
Salam saya Tik
Sama seperti saya juga sebel sama ‘lalu gue harus bilang wow’ kali ya Om.. 🙂
Menopo kulo kedah matur “wow” makaten?
Mboten. Sumangga kersa panjenengan mawon. Badhe ngendika ‘wow’ mangga, mboten nggih mangga. Mboten kudu kok. Sakikhlase mawon.
Sungguh selalu kagum dengan letupan pemikiran Jeng Tt. Selamat berakhir pekan. Salam
kalau aku seh menggunakan kalimat itu untuk bahan becandaan aja seh, gak mau deh buat yang serius, ngeselin juga kedengarannya..
*btw jangan lupa ikutan GA aku ya mbak http://irniirmayani.wordpress.com/2012/10/31/giveaway-sebuah-permintaan/ ditunggu loh 🙂 *
Emang ngeselin sih Mba Yusth kalo dapet jawaban kek gitu.
Iya Tt chan, aku sempat jg menggunakan kalimat itu untuk becanda *bahkan ada di salah satu cerpenku*, tapi kemudian berpikir keknya ga lucu2 bgt deh, dan kalo dengar orang bilang gitu emang lgsg senewen, terasa bgt aura ketidakpeduliannya, jadi ga pernah aku pakai lg..
setuju Tik…aq jg sebel kalo denger omongan/becandaan kyk gitu…risih gitu dengernya…
hehehe….kesasar ke sini jg to mb? 😛