Tentang #jawaban di sekitar kita

Kita pasti telah fasih mendengar kalimat: “ketika aku meminta kekuatan, Tuhan memberiku kesulitan untuk menjadikanku kuat. Ketika aku meminta kebijaksanaan, Tuhan memberiku masalah untuk kupecahkan. Ketika aku meminta …, Tuhan memberiku …“. Tetapi apakah kita pernah melihat kembali kepada diri dan mengamini kalimat tersebut sebagai pengalaman pribadi?

Hari-hari terakhir ini adalah hari yang sangat padat baik di kantor, di rumah, maupun di hati. Pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk, pararel, ditambah lagi perjalanan yang sebenarnya memang melelahkan. Jika mau mengeluh, maka pastilah saya akan mengeluh sambil bersungut-sungut. Sebab semua hari serasa Senin; Sabtu Minggu tak lagi menjadi weekend; rumah hanya sekedar tempat singgah meletakkan tubuh saat tidur. Sudahlah lupakan sosialisasi dengan tetangga, karna saat sampai rumah mereka sudah menutup pintu dan mungkin sudah terlelap. Hanya saat berangkat kantor masih bisa menyapa mereka yang ada di luar. Ditambah lagi seringkali ada percikan yang sengaja disulut untuk menyalakan api. Bersyukur cadangan es di hati melimpah sehingga percikan itu mati sendiri.

Ketika pekerjaan sedang bertumpuk, ketika berteriak: “ya Tuhaaan, aku lelah”, Dia tunjukkan seorang yang sebenarnya jauuuuh lebih banyak pekerjaannya, tidak hanya fisik tapi juga pikirannya yang harus diperas, tetapi dengan tenang dia bilang: “pekerjaan ini tidak melebihi kemampuanku mengerjakan. Jika aku diberi pekerjaan sebanyak ini, artinya aku bisa mengerjakannya”. Pun saya selalu melihatnya tenang, penuh senyum, masih bercanda, dan tak pernah terlihat marah atau emosi dengan hiruk pikuk pekerjaan ini. Lalu, bagaimana saya bisa mengeluh lagi, jika dia yang bekerja di “dapur magma”nya berkata demikian, sedangkan saya hanya semacam mengerjakan percikan atau jilatan apinya. Ketika aku meminta kekuatan, Tuhan berikan seseorang di sekitar kita yang menampar kecengengan kita dan memotivasi kita untuk menjadi pribadi yang kuat.

Seringkali sebagai manusia saya merasa hidup ini begitu sulit. Pertanyaan ‘kapan’ yang menyesakkan, masalah bertahun-tahun yang tak kunjung terselesaikan; seringkali membersitkan rasa bahwa hidup ini begitu sulit. Terkadang saya terlontar: “Tuhan, kenapa hidupku seperti ini, masalahnya tidak berhenti-berhenti”. Lalu di saat hidup berjalan seperti biasa, Tuhan hadirkan seorang dengan masalah yang jauuuh lebih berat dari saya. Seringkali sebagai kawan kita ingin menghibur dan menguatkan dia. Tetapi apa yang kemudian terjadi? Dia dengan masalah dan cobaan hidup yang berat masih bisa tersenyum, bercerita dengan tetap semangat, tidak ada air mata yang mengalir, malah saya yang tidak bisa menyembunyikan air mata yang menetes mendengar ceritanya. Bagaimana saya bisa menguatkan mereka, sedangkan mereka justru lebih kuat dari saya dan malah menguatkan saya. Ketika aku meminta Tuhan mengeluarkanku dari permasalahan, Tuhan memberiku orang-orang yang tetap kuat meski masalah berat menerpa mereka.

Kadangkala jawaban-jawaban dari keluhan, permohonan, doa kita ada di sekitar kita dan kembali kepada kita sendiri. Bagaimana kita mengolah pesan semesta untuk menjadikan kita mengerti, apa yang dimaui Tuhan dari setiap hal yang terjadi. Bukankah Tuhan tidak menjadikan sesuatu kecuali untuk kebaikan?

**refleksi