Mendaki Mt. Tsurugi (剣山)

Hellooo… Apa kabar dunia? Ada yang kangen sama saya? *celingak celinguk sedia tameng siap ditimpuk*

Akhir-akhir ini saya cuma intap-intip blog ini tanpa update, pun balas komen teman-teman. Dan itu rasanya lamaaaa banget. Tapi setelah liat post terakhir, ternyata baru tanggal 14, lah berarti baru seminggu donk saya gak update. Tapi terasa telah hiatus berbulan-bulan *lebay detected*. Sebelum menjadi-jadi, mari kita giring pada inti postingan :P.

Jadi ya temans, beberapa minggu lalu, ada long weekend di Jepang, hari olahraga, yang diperingati tanggal 8 Oktober. Kalau di Indonesia tanggal berapa hayoo? Iya betul, 9 September, sebagai peringatan diselenggarakannya PON pertama kali di Surakarta. Apakah ingatan saya benar? Sebentar saya cek di gugel :mrgreen:. Nah, jadi kita punya waktu buat liburan donk ya. Ide tercetus dari salah satu kawan untuk mendaki gunung Tsurugi. Gunung Tsurugi ini merupakan gunung tertinggi kedua di wilayah Jepang Barat dengan ketinggian 1955 m. Dan gunung ini letaknya di Tokushima. Nah, orang-orang dari mana-mana pada datang kemari untuk mendaki Mt. Tsurugi (saya sebut gini aja ya), masa kita yang di Tokushima malah belum pernah mendaki ke sana. Jadi diputuskanlah hari Sabtu, 6 Oktober 2012 menjadi hari pendakian kita. Yippie…mendaki  gunung \^_^/.

6 Oktober 2012 pagi, setelah mandi dan sarapan, kita berangkat dari rumah kawan di Kamihachiman-cho Tokushima menuju kaki Mt. Tsurugi. Mengandalkan fasilitas map dari ponsel kita, kita menyusuri route & direction yang diberikan. Ada 2 rute yang diberikan. Rute 1 menempuh jarak 66.3 km dengan estimasi waktu 1 jam 58 menit; Rute 2 menempuh jarak 102 km dengan estimasi waktu 2 jam 24 menit. Teman-teman pilih yang mana?? Kami pilih rute 1 donk, lebih dekat, lebih cepat.

Kami bertujuh dengan 2 mobil. Saya di mobil depan, duduk di depan, bertugas sebagai navigator, mantengi gps di ponsel, mobilnya gak ada gps-nya soalnya. Senengnya duduk di depan itu pandangannya bisa lebih luas, bisa menikmati pemandangan kanan kiri, jeprat jepret sesuka hati. Melewati jalanan dengan pemandangan hijau, sungai di sisi kiri, berkelak-kelok, terkadang melalui jalan sempit dengan beberapa peringatan ‘awas tanah longsor’, tapi semua bisa dilalui dengan baik. Sepertinya tugas saya sebagai navigator berjalan baik-baik saja, sampai akhirnya kami bertemu jalan buntu, tepatnya jalan ditutup pada jarak 12km sebelum kaki gunung Tsurugi yang kita tuju. Aaaak…kenapa jalannya ditutup justru setelah kita dekat, tinggal dikit lagi, saknyuk’an. Kenapa?? Di depan ada papan pengumumannya sih, tapi kan saya gak bisa baca kanji. Yang bisa baca kanji tidur di belakang. Woy bangun, itu kenapa jalannya ditutup, kita bisa lewat gak? Pertanyaan bodoh. Memang. Yak, teman saya yang bisa baca kanji pun ternyata tidak bisa baca semuanya. Hahaha…..mantab kali pun kita ni… Tapi kalau melihat ada beberapa mobil yang parkir di situ, berarti bukan cuma kita yang terjebak putusnya jalan. Dan benar saja, beberapa saat kemudian ada mobil yang juga kecele. Kami kemudian nanya sama mas-mas itu, pengumuman itu artinya apa. Ternyata tunnel di depan tertutup longsor, jadi tidak bisa dilewati. Kami lalu bertanya pada masnya, apa yang harus kami lakukan? Masnya memutuskan untuk memarkir mobilnya di situ lalu jalan menuju kaki Mt. Tsurugi kemudian melanjutkan pendakian. Aaaak….jalan 12km lalu lanjut mendaki? Kami thingak-thinguk. Mau ikut? Spontan geleng-geleng :mrgreen:. Masnya ngambil peta di mobilnya lalu menunjukkan rute alternatif yang bisa kami tempuh untuk mencapai kaki Mt. Tsurugi (suka sama orang Jepang, ke mana-mana bawa peta). Jalannya lumayan ngeri, sempit, dan sampingnya jurang, plus gak ada penduduk. Owemji. Tapi karna kami sudah niat mendaki, akhirnya kami tempuh juga jalan ngeri itu. Waktu berbalik arah, di suatu tempat kawan saya yang bisa baca kanji menemukan papan peringatan bahwa jalan di depan tertutup, lalu teriak: “Mb Tt, itu ada peringatannya lho kalau jalannya ditutup!”. “Lha aku kan gak bisa baca kanji!”. Hahaha…gagal jadi navigator. Eh tapi bukan cuma saya donk yang terlewat membaca peringatan itu, nyatanya tadi ada orang Jepang yang juga kecele plus beberapa mobil yang parkir di sana #pembelaan.

Perjalanan selanjutnya melalui jalan sempit, di pinggir jurang, tanpa pemukiman di sepanjang jalan akhirnya selesai setelah kita menemukan jalan besar, jalur 438. Ah…lega, sudah ketemu banyak mobil lewat. Lanjut lagi dan jalanan kini semakin mendaki, banyak peringatan dengan katakana (ini saya bisa baca :P) yang kalau dibaca bunyinya “heyapin”. Sedikit pusing mencari kata dalam bahasa Inggris yang bacanya “heyapin” sampai si aha datang. Ahaa…maksudnya hairpin to, itu lho jalannya belak-belok-belak-belok kaya jepet rambut item itu. Mendekati kaki Mt. Tsurugi yang kami tuju, ada petunjuk jalan menuju Mt. Tsurugi, Oboke, dan Kazurabashi. Oboke itu sungai. Biasanya di musim gugur ada trip menyusuri sungai Oboke menggunakan perahu dengan pemandangan daun menguning dan memerah di kanan kiri. Sayang saya belum pernah. Ngiler sih lihat foto teman-teman yang pernah ke sana pas musim gugur. Semoga tahun ini bisa ke sana. Kalau Kazurabashi itu vine bridge, jembatan dari akar  tanaman (anggur?) gitu.

Sampai deh di pintu gerbang pendakian. Ada dua pilihan untuk mendaki nih: mendaki dari bawah atau menggunakan chairlift dulu kemudian lanjut mendaki sampai puncak. Saya -yang sok nggaya ini- pengennya mendaki dari bawah donk, gak pakai chairlift itu. Apalagi sebelum berangkat saya sempat browsing kalau tingkat kesulitan pendakian Mt. Tsurugi ini hanya 1 dari skala 5. Dan kalau kita menggunakan chairlift, tingkat kesulitannya menjadi 0. Saya -yang sok nggaya- pernah menaklukkan Sindoro, 3.150 m dpl, sedikit terusik egonya, masa 1955 m naik chairlift dulu 300 m baru lanjut jalan sih. Tapi karna semua pilih naik chairlift, akhirnya saya ikut juga (halah!! pancene nggaya kamu Tik! Hihi…). Harga tiket chairlift ini JPY 1000 untuk sekali jalan, atau JPY 1800 untuk round trip. Dan ternyata kita cuma duduk di kursi tanpa pengaman apa-apa, tidak ada seatbelt atau apapun. Yaks. Takut, Tik? Enggak sih, tapi ngeri aja lihat anak kecil yang juga naik chairlift tanpa pengaman itu (nanti lihat fotonya di slideshow ya). Tapi ternyata pemandangan dari chairlift ini keren juga, jadi saya ndak jadi nyesel deh naik chairlift :P. Setelah stasiun pemberhentian, kami melanjutkan hiking menuju puncak. Tidak jauh sih, tapi ternyata saya ngos-ngosan juga. Gitu tadi gak mau naik chairlift katanya. Haha… Hanya butuh waktu sekitar 40~45 menit dari stasiun pemberhentian chairlift menuju puncak. Yippieeeee…..sampai puncak jugaaaa…..

gak ada foto=hoax! (padunya narsis 😛 )

Di puncak Mt. Tsurugi ada sebuah kuil kecil, namanya Tsurugi shrine. Di atas juga dibangun setapak-setapak dari kayu. Beberapa orang membuka bekal makanannya dan makan di atas papan-papan itu. Ada warung udon juga di atas. Setelah puas foto-foto, kami pun makan udon. Jadi apa tujuan utama mendaki sampai puncak Tsurugi? Makan udon! Haha….gak ding :P. Jadi ya, puncak Mt. Tsurugi itu lebih kaya tempat wisata yang sudah dibangun sedemikian rupa gitu. Oh iya, kita ketemu masnya yang tadi ketemu di jalan buntu dan nunjukin arah ke kita lho di puncak. Senang sekali dia melihat kita, katanya dia khawatir kita bisa nyampai apa gak karna jalannya yang ngeri. Ngobrol-ngobrol, ternyata dia sekampus sama teman-teman saya itu, cuma beda lab. Haha…sempitnya dunia..

Ya udah, segitu dulu ceritaku yaa… Mari nikmati foto-fotonya saja… 🙂 O iya, pulangnya kami pilih rute 2. Jauuuuh sih, tapi jalannya lebih ‘jelas’. 😀

This slideshow requires JavaScript.

Salam,

yustha tt

48 thoughts on “Mendaki Mt. Tsurugi (剣山)

  1. LJ says:

    cantik luar biasa, Tt..! pemandangannya juga gadis pendaki gunungnya..

    asik juga ya T, mendaki tanpa perlu pake kostum mendaki gunung.. pakai high heels juga bisa kayaknya, wkwkkk.. semoga bakal ada chairlift di gunung2 indonesia, biar emak kuat naik sampai atas.. 😛

  2. ririe says:

    Itu jalan menuju puncaknya sekilas nampak seperti jembatan gantung ya…beneran nggantung apa nemplek ke tanah tuh. Seru kalau jembatan gantung…sekalian sport jantung dag dig dwerrrr…

  3. Tebak Ini Siapa says:

    Itu serem amat chairliftnya, gak serem sih, cuma nek bokongnya kepeleset trus jatoh, hihihi…
    Kalau di Indonesia ada penunjuk jalan trus ada tulisannya “hati hati jalan kayak jepit rambut item” og wagu ya hahahaa

    • yustha tt says:

      banget banget singkatnya Sash.. Hla berangkat jam 8 pagi, pakai kesasar, manjat sampai puncak, bisa sampai rumah jam 9 malam og. Itu udah mampir belanja & makan. Hahahaha…..

    • yustha tt says:

      Wiii makasih mas Dani…. ^^
      Hihihi…ternyata di atas malah ada warung udon segala..
      Sempat terpikir, itu yang jual udon gimana beli bahan bakunya ya? Naik turun capek juga lho..

  4. isnuansa says:

    Hehe, agak beda sama saya, Mbak.. Kalo naik mobil pilih di belakang karena kalo motret malah lebih enak. di depan kehalang sama spion mobil, hehe..

    Objek wisata di jepang banyak gunungnya ya? Itu makanya di sana banyak gempa kali ya…

  5. prih says:

    Keren Jeng perjuangan ke puncak Mt Tsurugi, foto2nya keren (maksudnya foto modelnya sungguh keren).
    Perubahan warna dedaunan merespon musim gugur sangat mempesona.
    Lompatan Tt tinggi sekali hingga bisa melongok Pwrejo ya. salam

  6. Tita Okti says:

    liat foto2nya keren deh..kayaknya klo naik gunung disana lebih aman dibandingkan di Indonesia ya.. 😀
    aku suka sama fotonya yang loncat itu..
    btw, met ultah ya mba Tt..semoga selalu diberi keberkahan hidup..

    salam kenal ya.. 🙂

Leave a reply to Imelda Cancel reply